WEB BLOG
this site the web

sejarah pahlawan depati amir

kalaupun belum diakui sebagai pahlawan nasional biarlah Depati Amir sebagai pahlawan bagi masyarakat Bangka Belitung.

DI saat menginjak tanah Batam Kepulauan Riau, tertulis bandar udara Hang Nadim. Penulis sempat bertanya kepada sopir taksi yang mengantar ke hotel untuk sebuah acara. Siapakah Hang Nadim? Sopir pun menjawab, Hang Nadim pahlawan seperti halnya Hang Tuah. Setelah itu sang sopir pun diam dan ini bertanda ia hanya mengetahui sebatas pahlawan saja, karena tak mampu untuk menjelaskan kepahlawanan Hang Nadim yang meyakinkan.

Mungkinkah para penumpang pesawat yang turun di bandara Depati Amir akan mengalami nasib seperti penulis saat turun di bandara Intemasional Hang Nadim? Kita berharap tidak akan mengalami kebingungan, apabila ada keinginan untuk mengetahui lebih jauh setiap nama sang pahlawan atau yang dianggap pahlawan yang diabadikan untuk nama bandar udara. Agar tidak bingung, maka kita berharap setiap sopir yang ada di bandara perlu mengetahui perjuangan Depati Amir.

Tetapi inilah provinsi tanpa pahlawan. Mungkin sebagai masyarakat perasaan kepahlawanan ini muncul setiap kali kita memperingati hari pahlawan yang jatuh pada setiap 10 November. Di tahun 2009 ini pun penantian kepahlawanan di Bangka Belitung mungkin masih dalam tahap diperjuangkan. Semoga saja penantian masyarakat Bangka Belitung terhadap sosok kepahlawanan yang membanggakan daerah dapat terwujud.
Nama Depati Amir telah diabadikan sebagai nama bandara di Pangkalpinang. Sama halnya nama bandara Intemasional Hang Nadim di Batam dan nama bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Hampir setiap bandara selalu menggunakan nama pahlawan, apakah kepahlawanan tersebut sudah resmi secara nasional maupun pengakuan kepahlawanannya dari masyarakat lokal.

Sebelum membicarakan kepahlawanan Depati Amir lebih lanjut, penulis ingin membicarakan pengakuan masyarakat Payung terhadap kepahlawanan Krio Panting. Bagi masyarakat di Kecamatan Payung Krio Panting dianggap pahlawan. Berdasarkan staf yang bekerja di Kantor Kecamatan Payung sudah dua tahun terakhir ini setiap selesai upacara memperingati hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu diadakan kunjungan dan tabur bunga di makam Krio Panting yang terletak di antara Desa Paku dan Desa Payung. Apabila memperhatikan aktivitas masyarakat dan pemerintah setempat terhadap perlakuan makam tersebut menandakan Krio Panting termasuk orang yang berjasa di desa tersebut.

Bahkan disaat penulis berkunjung ke Payung sempat bertemu dengan ahli waris pedang Krio Panting. Pedang yang hampir satu meter tersebut menandakan bahwa Krio Panting berjuang bersama masyarakat setempat mengusir Belanda di desa Payung. Mungkinkah Krio Panting seangkatan dengan Depati Bahrin, Depati Amir, dan Depati Tikal. Apabila seangkatan maka perjuangan mereka lebih kurang pada abad ke-18.

Setelah penulis memperhatikan pedang Krio Panting tersebut ada kemiripan dengan pedang-pedang yang berada di Museum Badau Kabupaten Belitung. Berdasarkan pengakuan penjaga museum pedang-pedang tersebut kebanyakan berasal dari tanah Jawa pada masa itu.

Makna pahlawan telah dilakoni oleh masyarakat Payung terhadap perjuangan Krio Panting walaupun secara tertulis belum begitu banyak yang menulis peristiwa sejarah Krio Panting tersebut. Jangan-jangan belum ada satu buku pun yang tertulis tentang Krio Panting sehingga kepahlawanannya perlu kembali ditelusuri sehingga dapat diakui secara hukum.

Kembali pembicaraan kita terhadap kepahlawanan Depati Amir. Berdasarkan pengamatan penulis sudah pernah diadakan seminar dan pertemuan dalam rangka menggaskan agar Depati Amir dan pahlawan lokal lainnya diperjuangkan sebagai pahlawan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Pertanyaannya, apa yang kurang? Apabila ditinjau dari segi ilmiah harus kita akui belum banyak buku-buku yang menuliskan tentang perjuangan kepahlawanan Depati Amir yang diakhir hayatnya diasingkan oleh Belanda di Kupang dan meninggal juga di sana. Kalaupun ada, hanya beberapa buku saja diantaranya karya AA Bakar yang berjudul Bahrin, Amir, Tikal Pahlawan Nasional yang Tak Boleh Dilupakan terbitan Yayasan Pendidikan Rakyat Bangka pada tahun 1969, dan karya Mhd. Arifin Machmud yang berjudul Pulau Bangka dan Budayanya, untuk karya Mhd. Arif Machmud yang terdiri dari tiga jilid ini belum diterbitkan.

Selain itu, terdapat juga buku yang membicarakan tentang kepahlawanan Depati Amir yaitu Muntok, dari Wan Akub Hingga Bung Karno, karya Asyaf Suryadin terbitan CV Mughni Sejahtera Bandung yang diterbitkan pada 2006.

Apabila memiliki keinginan yang serius kita perlu mengejar kembali setiap arsip yang mengungkapkan perjuangan Depati Amir secara tertulis bila memungkinkan hingga ke negeri Belanda atau mana saja yang memiliki tulisan tentang perlawanan rakyat Bangka Belitung terhadap Belanda terutama tulisan-tulisan tentang Depati Amir. Dan kalaupun belum diakui sebagai pahlawan nasional biarlah Depati Amir sebagai pahlawan bagi masyarakat Bangka Belitung.

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies